Monday, November 19, 2012

Wanita Dengan Siklus Haid Pendek Biasanya Lebih Subur

Siklus haid setiap orang berbeda-beda antara 24-35 hari. Masa haidnya juga berbeda-beda, dengan batas normal antara 3-15 hari. Meskipun demikian, wanita tetap berpotensi mendapat keturunan.

Ini terjadi lantaran masa tidak suburnya lebih sedikit ketimbang masa subur. Dengan begitu, secara kesempatan, wanita dengan siklus haid pendek lebih mudah hamil.

Masa subur itu terjadi 14 hari sebelum haid berikutnya. “Jadi kalau siklus haidnya 24 hari, maka pada hari ke-12 dia sudah mengalami pelepasan sel telur. Nah, sperma sendiri bisa bertahan di sel telur antara 1-2 hari. Sel telur pun dapat bertahan 1-3 hari. Jadi dia punya masa subur 5 hari,” katanya.

Ia mencontohkan, wanita yang haid pada tanggal 1, dia akan haid lagi pada tanggal 24 (untuk siklus 24 hari). Pelepasan sel telurnya terjadi pada tanggal 10. Biasanya, masa haid dengan siklus pendek akan lebih singkat sekitar 5 hari.

Jadi selama tanggal 1-5 hari, wanita tersebut memasuki masa tidak subur karena haid. Pada tanggal 10 terjadi pelepasan sel telur dan sperma bisa bertahan dua hari. Berarti pada tanggal 8, wanita tersebut sudah masa subur. Masa subur terjadi pada tanggal 8-15, sedangkan tanggal 15-24 tidak subur.

“Kalau dalam masa subur ada sperma masuk dan bertahan di dalam, berarti ada kemungkinan hamil,”

“Sebab masa subur itu hitungannya tetap hanya dua hari sebelum pelepasan sel telur dan dua hari setelah pelepasan sel telur. Jadi masa subur itu hanya lima hari dalam setiap siklus,” jelasnya. Hitungannya begini, orang dengan siklus haid 32 hari dikurangi masa subur 5 hari, maka mereka memiliki 27 hari masa tidak subur.
Siklus haid setiap wanita berbeda-beda, karena fisiologis tubuh masing-masing orang berbeda.

Haid itu sendiri terjadi ketika sel telur yang matang tidak dibuahi, 14 hari setelah pelepasan sel telur dari indung telur.

“Yang mempengaruhinya adalah sistem hormonal di tubuh. Jadi mengapa setiap orang berbeda-beda (datang haidnya), karena saat matang telur setiap wanita juga berbeda-beda, tergantung pembentukan awal sel telur,” jelas dokter yang mendalami akupunktur ini.

Wanita berbeda dengan pria. Pada pria, pembentukan sperma itu setelah dia lahir dan tanpa batas waktu. Oleh karena itu pria bisa mempunyai keturunan sampai lanjut usia. Sedangkan wanita, sel telur sudah ada sejak lahir hingga sel telur dianggap matang satu per satu. Jika jumlah sel telur sudah habis, wanita memasuki masa menopause.

“Sel telur jumlahnya tidak bisa ditambah. Kalau keyakinan saya, itu karena pemberian Allah sudah seperti itu. Jumlah sel telur setiap wanita tidak sama,” katanya.

Selain jumlah sel telur tidak sama, kapan orang mendapatkan haid pertama juga berbeda-beda. Ada anak usia 9 tahun sudah menstruasi, dan ada yang sudah 13 tahun baru menstruasi.

“Hal ini bisa dipengaruhi status gizinya. Sebab, hormon bisa dipengaruhi segala macam rangsangan dari luar sehingga haid bisa lebih cepat,” katanya.

Masa haid normal 3-15 hari dan ini juga dipengaruhi sistem hormonal. “Kalau ada yang masa haidnya lebih dari 15 hari, berarti ada ‘sesuatu’ yang harus diperiksa, kenapa kok jadi lebih,” ujarnya.

Tidak sedikit wanita mengeluh haidnya tidak teratur. Ini terjadi karena melihatnya dari tanggal haid. Padahal semestinya melihat siklus haid.

Jadi kalau ada orang haid tanggal 1, maka tanggal 28 sudah haid lagi. Bulan berikutnya tanggal 26 sudah haid, lalu berikutnya tanggal 24 haid. Oleh karena dalam sebulan bisa dua kali haid, orang merasa tidak teratur haidnya.

Namun, siklus haid bisa saja terganggu. Misalnya ada yang siklusnya semula 32 hari, lalu berubah jadi 28 hari, karena faktor hormonal. Semua sistem di dalam tubuh mempengaruhi faktor hormonal. Sebutlah faktor kelelahan, ada faktor kejiwaan (stres).

Oleh: Marmi Panti Hidayah
yahoo news

Thursday, May 3, 2012

Cerita Inspiratif

Sebuah catatan diambil dari catatan yang ada di Facebook seorang teman:

CATATAN SUBUH DI KARANGAYU, SEBUAH DESA DI KENDAL, JAWA TENGAH, hiduplah seorang ibu penjual tempe. Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup.
Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang.”Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya…” demikian dia selalu memaknai hidupnya. Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. 
Mengambil keranjang bambu tempat tempe, dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti tidak akan mendapatkan uang untuk makan dan modal membeli kedelai yang akan dia olah kembali menjadi tempe. Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. 
Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. “Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku…” Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan… dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang “memproses” doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau maha tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe.
Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku… Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan… belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang tersebut. Keajaiban Tuhan akan datang… pasti, yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, “tangan” Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa… berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya. Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. “Pasti sekarang telah jadi tempe!” batinnya. 
Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan… dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi. Kecewa, air mata menitik di keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk. Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. 
Dan dia tiba-tiba merasa lapar…merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan… esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan “teman-temannya” sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat… Tiba-tiba sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya? Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menengadahkan tangan. Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe… Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe… Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi? tanya perempuan itu lagi. Kepanikan melandanya lagi. “Duh Gusti… bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?” ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! “Alhamdulillah!” pekiknya, tanpa sadar. 
Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. “Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?” Ooh, bukan begitu, Bu. Anak saya yang kuliah di Australia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu? Kisah yang biasa bukan, dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa dan “memaksakan” Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa kecewa. Padahal Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita. Bahwa semua rencananya adalah sangat sempurna. Kisah sederhana yang menarik, karena seringkali kita pun mengalami hal yg serupa. Di saat kita tidak memahami ada hikmah di balik semua skenario yg Allah SWT takdirkan. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al Baqarah 216)